Good Corporate Governance - Definisi, Sejarah, Parameter, Dan Implementasi Pada Suatu Perusahaan.
Good Corporate
Governance – Definisi, Sejarah, Parameter, Dan Implementasi Pada Suatu
Perusahaan
A) Definisi
Good Corporate Governance (Tata kelola perusahaan) adalah
rangkaian proses, kebiasaan , kebijakan , aturan dan institusi yang
mempengaruhi pengarhan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan
(stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak – pihak utama
dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan
direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan ,
bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.
Tata kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki
banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah
menyangkut masalah akuntanbilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya
implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan
melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi
ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan
untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan
para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola
perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntut perhatian
dan akuntanbilitas lebih terhadap pihak –
pihak lain selain pemegang saham, misalnnya karyawan atau lingkungan.
B) Sejarah
Sejarah good corporate governance
mengikuti perkembangan manajemen. Konsep Corporate Governance yang komprehensif
mulai berkembang setelah kejadian The New York Stock Exchange Crash pada
tanggal 19 Oktober 1987 dimana cukup banyak perusahaan multinasional yang
tercatat di bursa efek New York mengalami kerugian finansial yang cukup besar.
Dikala itu, untuk mengantisipasi permasalahan intern perusahaan, banyak para
eksekutif melakukan rekayasa keuangan yang intinya adalah bagaimana
menyembunyikan kerugian perusahaan atau memperindah penampilan kinerja
manajemen dan laporan keuangan.
Untuk menjamin dan mengamankan hak-hak para pemegang saham, muncul konsep
pemberdayaan Komisaris sebagai salah satu wacana penegakan Good Corporate
Governance (GCG). Komisaris Independen adalah Anggota Dewan Komisaris yang
tidak memiliki hubungan dengan Direksi, Anggota Dewan Komisaris lainnya dan
Pemegang Saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan
lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau
bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.
Lazimnya pada situasi kondisi bisnis yang kondusif, penyimpangan kelakuan
baik oleh oknum maupun secara kolektif dalam perusahaan sangat kabur, namun
pada saat kesulitan, maka mulailah terbuka segala macam sumber-sumber
penyimpangan (irregularities) dan penyebab kerugian dan kejatuhan perusahaan,
mulai dari kelakuan profiteering, commercial crime, hingga economic crime.
Dengan kesadaran tinggi untuk meningkatkan daya saing bangsa oleh segenap
negarawan, cendikiawan dan usahawan, maka dimulailah gerakan untuk meningkatkan
praktik-praktik yang baik dalam perusahaan.
Di Indonesia, konsep Good Corporate Governance (GCG) mulai dikenal sejak
krisis ekonomi tahun 1997 krisis yang berkepanjangan yang dinilai karena tidak
dikelolanya perusahaan–perusahaan secara bertanggungjawab, serta mengabaikan
regulasi dan sarat dengan praktek (korupsi, kolusi, nepotisme) KKN (Budiati,
2012). Bermula dari usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek
Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia/BEI) yang mengatur mengenai peraturan bagi
emiten yang tercatat di BEI yang mewajibkan untuk mengangkat Komisaris
Independen dan membentuk Komite Audit pada tahun 1998, GCG mulai di kenalkan
pada seluruh perusahaan publik di Indonesia.
Setelah itu pemerintah Indonesia menandatangani Nota Kesepakatan (Letter of
Intent) dengan International Monetary Fund (IMF) yang mendorong terciptanya
iklim yang lebih kondusif bagi penerapan GCG. Pemerintah Indonesia mendirikan
lembaga khusus, yaitu Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG)
yang memiliki tugas pokok dalam merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan
nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang
corporate governance di Indonesia.
Sejauh ini penegakan aturan untuk penerapan Good Corporate Governance (GCG)
belum ada sanksi bagi perusahaan yang belum menerapkan maupun yang sudah
menerapkan tetapi tidak sesuai standar pelaksanaan Good Corporate Governance
(GCG). Namun pelaksanaan penerapan GCG memberi nilai tambah bagi perusahaan.
Perusahaan yang melakukan peningkatan pada kualitas Good Corporate Governance
(GCG) menunjukan peningkatan penilaian pasar, sedangkan perusahaan yang
mengalami penurunan kualitas GCG, cenderung menunjukan penurunan pada penilaian
pasar
C) Parameter GCG Dalam Suatu Perusahaan
Dalam blog saya ini, saya
akan mengambil parameter GCG pada perusahaan BUMN, Dalam penilaian GCG bagi
BUMN mengacu pada dua ketentuan berikut ini;
1. Surat keputusan
sekretaris kementerian badan usaha milik negara (SK Sekmen BUMN)
No.SK-16/S.MBU/2012 tentang
Indikator/Parameter Penilaian dan Evaluasi Atas Penerapan GCG pada BUMN
2.
Peraturan Menteri (Permen) BUMN No.PER-01/MBU/2011 tentang
Penerapan GCG pada BUMN
Dan
Parameter penilaiann GCG bagi BUMN berdasarkan self assessment (menilai diri
sendiri) dengan menggunakan checklist penilaian, dimana terdapat 6 parameter
penilaian GCG berikut bobot penilaian sebagai berikut:
1.
Komitmen terhadap penerapan tata kelola
perusahaan yang baik (GCG) secara berkelanjutan (bobot 7%)
2.
Pemegang saham (shareholders) dan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS)/Capital Owner (bobot 9%)
3.
Dewan komisaris/Dewan pengawas (bobot 35%)
4.
Direksi (bobot 35%)
5.
Pengungkapan informasi (disclosure) dan
transparansi (bobot 9%)
6.
Aspek lainnya (bobot 5%)
Cara
Penilaian GCG dilaksanakan secara berkala setiap dua tahun sekali, yang mana
sebelumnya wajib dilaksanakan sosialisasi GCG pada BUMN yang bersangkutan.
Pelaksanaan
penilaian dilakukan oleh independent assesor yang ditunjuk oleh dewan komisaris/
dewan pengawas melalui proses sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa
masing – masing BUMN dan apabila diperlukan dapat meminta bantuan direksi untuk
proses penunjukannya.
D) Implementasi Pada Suatu Perusahaan
Komitmen
penerapan GCG merupakan hal yang mutlak bagi Angkasa Pura II. Hal tersebut
dilakukan melalui penguatan infrastruktur yang dimiliki dan secara
berkesinambungan meningkatkan sistem dan prosedur untuk mendukung efektivitas
pelaksanaan GCG di Angkasa Pura II.
Untuk mewujudkan perusahaan yang tumbuh berkembang dan berdaya saing
tinggi, Angkasa Pura II telah mengembangkan struktur dan sistem tata kelola
perusahaan (Good Corporate Governance) dengan memperhatikan prinsip-prinsip GCG
sesuai ketentuan dan peraturan serta best practise yang berlaku. Pelaksanaan
GCG merupakan tindak lanjut Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal
31 Juli 2002 yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Menteri Negara BUMN No.
PER 01/MBU/2011 tanggal 01 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola yang Baik
pada BUMN, yang menyebutkan bahwa “BUMN wajib melaksanakan operasional
perusahaan dengan berpegang pada prinsip-prinsip GCG yaitu transparansi,
akuntanbilitas, responsibilitas, independensi dan kewajaran”.
Semangat yang terkandung dalam penerapan GCG di Angkasa Pura II adalah niat
dan tekad manajemen Angkasa Pura II untuk menjadikan Angkasa Pura II sebuah
perusahaan yang terus tumbuh dan berkembang dengan kualitas Produk dan Proses
Kerja yang baik, serta memiliki Code of Conduct, termasuk tanggung jawab
terhadap lingkungannya.
Tujuan Penerapan GCG di Angkasa Pura II adalah sebagai berikut:
- Mengendalikan
dan mengarahkan hubungan antara Organ Perseroan (Pemegang Saham, Dewan
Komisaris, Direksi), karyawan, pelanggan, mitra kerja, serta masyarakat
dan lingkungan berjalan secara baik dan kepentingan semua pihak terpenuhi.
- Mendorong
dan mendukung pengembangan Angkasa Pura II.
- Mengelola
sumber daya secara lebih amanah.
- Mengelola
risiko secara lebih baik.
- Meningkatkan
pertanggungjawaban kepada stakeholders.
- Mencegah
terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan Angkasa Pura II.
- Memperbaiki
budaya kerja Angkasa Pura II.
- Meningkatkan
citra Angkasa Pura II (image) menjadi semakin baik.
Untuk mewujudkan hal
tersebut, Angkasa Pura II memiliki komitmen penuh dan secara konsisten
menegakkan penerapan GCG dengan mengacu kepada beberapa aturan formal yang
menjadi landasan bagi Angkasa Pura II dalam penerapan GCG yaitu:
- Undang
Undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN(Pasal 5 ayat 3).
- Peraturan
Menteri Negara Badan Usaha No. PER- 01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata
Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha
Milik Negara dan perubahannya Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara
No. PER-09/MBU/2012 tanggal 06 Juli 2012.
- Keputusan
Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara No. SK-16/S.MBU/2012
tanggal 06 Juni 2012 tentang Indikator/Parameter Penilaian dan Evaluasi
atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate
Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara.
- Undang
Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang diperbaharui oleh
Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tanggal 16 Agustus 2007.
- Keputusan
Bersama Dewan Komisaris dan Direksi Nomor: KEP.448/UM.004/X/AP II–2007 dan
Nomor: KEP.02.03.01/00/10/2007 461 tentang Pedoman Pelaksanaan Good
Corporate Governance (GCG) dan Pedoman Perilaku (Code of Conduct) di
Lingkungan PT Angkasa Pura II (Persero).
Prinsip-prinsip GCG sesuai
dengan PER-01/MBU/2011 tanggal 01 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara,
meliputi:
- Transparansi
(transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan
mengenai perusahaan;
- Akuntabilitas
(accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif;
- Pertanggungjawaban
(responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat;
- Kemandirian
(independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
- Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak Pemangku Kepentingan(stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
PT. Angkasa Pura II menetapkan arah
implementasi GCG dalam bentuk roadmap GCG yang diharapkan menjadi panduan dalam
pelaksanaan implementasi GCG di seluruh tingkatan. Roadmap GCG diarahkan untuk
menjadikan GCG sebagai acuan dalam setiap aktivitas operasionaL. Sasaran akhir
Roadmap GCG adalah terwujudnya Angkasa Pura II sebagai good corporate citizen.
Diharapkan dengan dicapainya sasaran akhir tersebut, Angkasa Pura II optimis
dapat meningkatkan dan mempertahankan kinerja secara berkesinambungan. Berikut
Roadmap GCG Angkasa Pura II
Referensi
:
1.
https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan
(Diakses tanggal 02 November 2018)
2.
https://www.psychologymania.com/2013/08/sejarah-good-corporate-governance.html
(Diakses tanggal 02 November 2018)
3.
https://arsasi.wordpress.com/2015/08/14/penilaian-gcg-bagi-badan-usaha-milik-negara-bumn/
(Diakses tanggal 02 November 2018)
4.
http://www.angkasapura2.co.id/id/tentang/gcg
(Diakses tanggal 02 November 2018)
5.
http://www.angkasapura2.co.id/assets/img/gcg/xroadmap-gcg.jpg.pagespeed.ic.Mv2d2p0Yv4.webp
(Diakses tanggal 02 November 2018)
6.
https://kitabisa-userupload-01.s3-ap-southeast-1.amazonaws.com/_production/user/68818/23_68818_1464958500_602244_s.jpg
(Diakses tanggal 02 November 2018)
7.
https://www.jelasberita.com/wp-content/uploads/2017/06/GCG-Good-Corporate-Governance.jpg
(Diakses tanggal 02 November 2018)
Comments
Post a Comment